Jumat, 17 Agustus 2012

Hikmah Membaca Novel


Novel tak hanya menghibur, jadi bacaan dikala senggang, bahkan teman dikala insomnia menyerang. Banyak hal yang dipelajari tentang berempati, memahami perasaan tokoh, mengagumi detil cerita yang membawa pembaca ke suatu tempat yang belum pernah dikunjungi. Kadang informatif. Berikit ini beberapa hikmah yang saya tulis sebagai hasil interpretasi pribadi setelah membaca novel. Tidak semuanya merupakan hasil cerna bijaksana sesuai maksud penulisnya. Malah mungkin terkesan konyol, pragmatis, membuat kesal sang penulis karena pesan tersirat dalam karyanya tidak sampai ke otak saya dengan benar. Silakan menyimak.
  • ·         Alkhemis. Novel karya Paulo Coelho. Bercerita tentang pemuda yang berkelana ke negeri-negeri jauh, bertemu dengan orang yang dapat mengubah apapun menjadi emas. Pada ujung cerita menemukan harta karun di bawah sebuah pohon justru di halaman rumahnya sendiri. Hikmah: (versi positif) pengalaman selama merantau menambah wawasan, orang-orang menarik dan kebijakan hidup, (versi negatif) sebelum pergi jauh-jauh dari rumah untuk berkelana, hidup sejahtera pun belum tentu, galilah halaman rumah Anda, siapa tahu ada harta karun terpendam yang membuat kita berkeliling dunia dalam rangka tamasya, bukan berkelana. Walau sama dalam arti bepergian, ada perbedaan mendasar antara tamasya dan berkelana. Yang pertama menghabiskan uang, yang kedua putus asa di tempat asal karena tak punya uang, haha.. :P
  • ·         5 cm. Ditulis oleh seorang pria yang mengaku berwajah ABRI berhati Barbie, Donny Dhirgantara. Hikmah: kalau kamu punya cita-cita, keinginan apapun, gantungkan ia sejauh 5 cm di depan kening kamu. Kemanapun kamu pergi, cita-cita itu ada di depan muka kamu, hanya berjarak 5 cm. Kejarlah ia.
  • ·         Surat Kecil untuk Tuhan. Diangkat ke layar lebar dengan judul sama yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang gadis cilik melawan kanker ganas yang merusak seluruh wajah cantiknya. Air mata mengalir deras saat saya membaca novel ini. Saya kagum bahwa saat kanker telah menyebar hingga ke otaknya, ia masih berusaha menempuh ujian nasional, bahkan meraih nilai terbaik kedua di sekolahnya. Selama sakit ia gemar membaca ilmu-ilmu kedokteran berkaitan dengan sakitnya. Dengan kesehatan yang jauh lebih baik, saya jadi terpacu untuk juga membaca lebih banyak, semoga saya bisa belajar lebih banyak pula. Karena pesannya, ia tak mau membiarkan otaknya yang sakit kosong tanpa isi.
  • ·         PS. I Love You. Diangkat ke dalam film drama komedi berjudul sama. Berkisah tentang pasangan muda yang bahagia, yang harus terpisah karena kematian sang suami akibat derita kanker. Suami yang menyadari kepergiannya yang tak lama lagi, memilih untuk tetap mendampingi sang istri dengan mengatur surat yang dikirim setiap bulan setelah ia meninggal. Dalam setiap surat ada perintah yang wajib dilaksanakan oleh si istri. Mulai dari menyingkirkan barang-barang suami tercinta, menghadiahi diri sendiri dengan membeli gaun baru, mencari pekerjaan, hingga menemukan seorang pengganti. Hikmah: Hidup tetap harus berlanjut walau separuh jiwa kita telah pergi membawa cinta kita.
  • ·         Aku, Kau dan Sepucuk Angpau Merah. Penulis: Tere Liye. Hikmah: jangan menunda membuka amplop begitu menerimanya dari seseorang. Apalagi amplop merah alias angpau. Jangan-jangan isinya bukan seperti yang kita harapkan.
  • ·         Daun Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Karya Tere Liye. Hikmah: Jangan suka berpura-pura menjadi kakak adik. Pas datang waktunya jatuh cinta pada kakak angkat malah jadi bingung sendiri bagaimana menyatakannya. Eits, saya perlu yakinkan novel ini tak hanya sedangkal itu, karena itu bacalah. Tere Liye tak pernah membuat novel yang biasa J
  • ·         Nada-nada Sunyi. Tentang cally, gadis cilik yang tiba-tiba tidak mau bicara semenjak berusia 4 tahun. Ada peristiwa traumatis yang dialami sehingga ia menderita mutisme selektif (suatu gangguan psikologis dimana seseorang “tidak bisa” berbicara tanpa halangan fisik, baik pendengaran, organ wicara, dan otak) selama beberapa tahun. Hikmah: bersabarlah saat anak menangis. Jangan berbicara kasar yang membuat anak menjadi trauma.
  • ·         Daniel isn’t talk. (Danile belum bisa bicara). Tentang perjuangan, kasih sayang ibu yang memiliki anak penderita autisme yang belum juga mengucapkan sepatah kata walau sudah berusia 3 tahun. Novel ini sangat informatif. Mulai dari perilaku anak-anak autis, makanan apa yang sebaiknya tidak dikonsumsi, bahkan detil kesabaran ibu mengajarkan toilet training, melatih bicara. Luar biasa. Tanpa perlu banyak mengerutkan kening, novel ini bahkan mampu membuat saya tersenyum oleh humor-humor segar, juga dibungkus kisah cinta nan romantis.
  • ·         Perahu Kertas. Penulis: Dewi Lestari. Wah, yakin novel ini bakal lebih booming setelah filmnya ditayangkan tidak lama lagi. So, ayo buruan baca biar bisa ga ketinggalan cerita. Berikan novel ini kepada orang tua kalau mereka memaksa kalian masuk ke jurusan kuliah yang tidak kamu minati.


Dua novel Donny


... kamu sekarang perempuan, Gus, bukan anak kecil.
“...... banyak yang akan kamu hadapi di depan nanti, Gus, ingat kamu perempuan, kalau kamu mau nangis, nangis aja,.. tapi kamu harus punya alasan kuat untuk itu, banyak perempuan menangis untuk sesuatu yang sia-sia, kamu perempuan Gus, kalau kamu mau nangis nangis aja,... tapi menangislah untuk sesuatu yang baik, bukan sesuatu yang sia-sia...”
“Kamu perempuan, Gus, Mama mau kamu kuat dan berani”
Ini penggalan nasihat  yang mama berikan kepada putrinya yang takut diejek, karena menolak membawa raket nyamuk ke lapangan saat berlatih bulutangkis. Lhoo kok..??!!! Jadi bukan nasihat kepada remaja galau akibat diputusin pacarnya karena berselingkuh? Wah, salah besar kalau Anda sempat mengira ini bagian dari novel romantis seperti itu. Apalagi novel dewasa tentang istri yang dikhianati suami, mendapat nasihat ibu saat pulang kembali ke rumahnya. Itupun setelah menyanyikan lagu Betharia Sonata “pulangkan saja aku pada ibuku...”.
Tidak, sama sekali bukan. Tidak ada remaja galau karena putus cinta, tidak ada pengkhianatan dalam rumah tangga, karena ini adalah cerita tentang keluarga yang penuh cinta.
Dengan gaya tutur yang kocak dan humor yang “berlebihan...” sepanjang novel membuat kita senyum-senyum bahkan cekikikan sendiri dari awal halaman, benar-benar menghibur. Tanpa kehilangan pesan-pesan berharga. Tentang optimisme, kasih sayang dalam keluarga, nasionalisme dan semangat mengejar impian. Termasuk impian menurunkan berat badan. Yup, tokoh utamanya memang berbadan luar biasa berat. Pada akhirnya berat badan ideal bukan menjadi akhir cerita bahagia dari kisah yang disajikan. DUA tak menampilkan bulutangkis sebagai terapi si berat mengurangi bobot tubuh, bahkan merupakan perjuangan hidup.
Sayangnya di tengah-tengah novel hingga menjelang akhir saya jenuh dengan adegan-adegan pertandingan bulutangkis yang begitu panjang dan menjemukan. Namun saya tetap menangkap pesan optimisme itu di seluruh bagian cerita. Apalagi di tengah kerinduan akan bulutangkis yang pernah begitu berjaya di negeri ini.
NB: Mari membaca J







no money

Betapa sepi ini membosankan. Parahnya, nafsu makan justru meningkat seiring intensitas kebosanan yang semakin tinggi. Aku memang menyukai kost ini. Relatif sepi, anak kost cuma ada tiga orang. Interaksi antara kami jarang sekali. Saat ini tak ada penghuni lain, hanya aku seorang. Aku ingin makan lagi. Ooh padahal sudah makan dua kali hari ini. Soto di siang hari, nasi komplit sore tadi. Uang sudah habis 17 ribet (baca: ribu, haha). Istilah yang kudapat hari ini dari Joe.

Berapa si umurnya??


Berapa sih umurnya?
“ah, malu.”
“Kok malu sih. Emang berapa? 22 ya
“Ehm... sebenarnya tahun ini, akhir Oktober aku 30.”
“Haa.. masa’ sih? Gak keliatan setua itu. Eh, maaf. Maksudku kamu seperti anak kuliahan semester 4”
“Ya emang, aku juga kan sedang kuliah semester 4, S2. Hahaha...” Tapi kalau dibilang mukaku awet muda sih, sebenarnya gak juga. Nih liat KTM-ku. Ini pake pas foto persis seperti foto ijazah S1 dulu. Beda kan dengan sekarang? Sekarang ni, kalau aku gak senyum, tetap ada tuh garis senyum di daerah sini (sambil menunjuk seputar bibir). Ya ibaratnya mirip kertas yang dilipat, trus dibuka lagi. Bekas garis lipatannya tetap keliatan kan?
“ Hehe tapi kamu manis kok. Sering-sering aja senyum”
“wah, ngerayu ya?”
“Hahaha... GR kamu”
“Gantian dong umurmu berapa?”
“Hari ini aku genap 28 tahun”
“Oh, kukira 35-an, hahah.. sory”
“Iya, aku tau. Banyak yang bilang mukaku boros (sambil pasang muka serius)”
“Yee... kok?? Aduh, maaf jangan diambil hati ucapanku tadi ya” Menurutku bukan boros sih, tapi... muka  (pura-pura berpikir) bijaksana. Ya.. itu lebih tepat” (melirik jail)
“Kamu balas ngerayu ya? (balas senyum nakal)
“Hahaha...
(Keduanya tertawa)
“Wah, ntr lagi landing ya.. Sebelum kita pisah boleh dong aku minta no HP mu?”
“Hehe.. sory, bukannya aku gak percaya kamu nih. Tapi aku trauma nyebarin no kontak sembarangan”
“Jadi aku juga orang sembarangan?”
“Mm.. salah satu ciri orang sembarangan itu suka buang sampah sembarangan”
“Aah.. masih becanda aja kamu. Aku serius”
“mm... nih, alamat akun FB ku. Kamu add aja”
“Jadi,..tetap gak mau kasih no HP nih? Oke, ntr aku add deh”

Jenuh Ber-Facebook



Pertama kali saya mempunyai akun facebook sekitar awal 2009. Teman-teman kos sudah lebih dulu punya akun jejaring ini. Saya waktu itu tidak tahu seperti apa tampilan FB. Saya sudah nyaman berinternet dengan browsing, akun yahoomail untuk menunjang komunikasi, saya juga sempat mengikuti tren Friendster. Masa-masa sebelum FB menjadi keharusan, karena setelah nomor telepon genggam, orang akan bertanya nama akun FB, saya juga gemar chatting dengan banyak anonim via MIRC. Senang ternyata bisa ngobrol dengan siapapun di sana, poin bagi diri sendiri bahwa sebenarnya saya bisa juga nyambung diajak bicara dengan orang lain, begitu pikir saya. Tapi seperti kebanyakan chatter memanfaatkan sarana ini untuk mencari kenalan lawan jenis, saya yang lebih senang menyebutkan umur sebenarnya menemukan jumlah partner chat jauh menurun ketika menginjak usia 25, ditambah keraguan sebagian besar mereka tentang status lajang saya, maka saya pun insaf dari aktivitas buang waktu ini.
Bukannya menceritakan tentang kelebihan menemukan pertemanan, setiap pulang dari warnet teman-teman kos saya malah menceritakan serunya ber-facebook karena banyak kuis yang “lucu” di sana. Waktu itu memang banyak kuis-kuis aneh mirip kuis di majalah-majalah remaja putri. Misalnya kapan usia kita menikah, nama kita versi Jepang, mencari tahu karakter kita dengan menjawab pertanyaan yang tidak kalah konyol seperti  jenis makanan favorit  dan pilihan tempat wisata. Ada juga kuis apakah pacar kita sekarang adalah calon pendamping kita kelak, bagi yang belum mempunyai pacar bisa juga mencari tahu adakah kemungkinan salah seorang dalam daftar pertemanan kita diam-diam sedang naksir kita dan kelak menjadi kekasih yang kita nantikan selama ini. Nah, setelah sistem kuis menghitung skor dengan parameter antah-berantah itu, hasil kuis pun keluar dan kita bisa share di wall agar semua orang membacanya. Kuis-kuis ini memang dibuat untuk tujuan have fun, alias senang-senang.
Pertama punya FB, saya senang menambah teman. Terutama mereka yang pernah melalui sejarah yang sama dengan saya. Entah itu dari sekolah yang sama, kota asal yang sama, teman-teman kos semasa kuliah yang kini sulit berjumpa, teman-teman se-almamater yang bahkan saat kami masih berstatus mahasiswa dulu tidak akrab. Maklum, saya relatif pendiam. Rasanya bangga saat jumlah teman melewati angka 100. Rasa senang yang mirip saat daftar kontak di hand phone mencapai angka 100 sampai saya menyadari orang-orang yang rutin saya kontak kurang dari 10 nama, beberapa saya kontak untuk suatu keperluan, sisanya menjadi hadiah jika mereka mengirim sms selamat lebaran setiap tahun. Kali ini rasa sepi pun datang. Tak banyak obrolan dengan teman yang dulu pernah akrab lewat sarana chat di FB jika kami kebetulan sama-sama online, terkadang tak ada sama sekali. Dulu sih, saya cukup norak dengan menyapa semua teman yang online, karena berpikir bukankah ini kebetulan saat kemungkinan bertatap muka dan berbincang sangat kecil kita justru dipertemukan di dunia maya. Ternyata saya salah. Saling berkomentar status, saling like bukan berarti kita akan mengobrol. Seorang teman satu sekolah yang pernah saya sukai diam-diam semasa SMP bahkan tidak mengenali saya. Dia bertanya di mana saya mengenalnya saat kami chat. Omigod!!! Menutupi rasa malu, saya bersyukur dia tidak lagi setampan saat berusia 14, tak mungkin saya menyukai dia di usia sekarang, selain dia memang tak lagi single. Hehe.. :P
Facebook yang memungkinkan kita berbagi cerita, foto, video belakangan membuatnya terasa sesak. Itu belum tautan berita, iklan, pemberitahuan si A sudah mencapai level tertinggi dari game yang baru dimainkan, juga curhatan puisi-puisi galau, status alay teman-teman diusia pubertas awal. Saya jenuh. Bukan, bukan karena semua isi status buruk. Terlalu banyak informasi dengan keragaman tingkat tinggi membuat saya pusing. Otak saya tak sempat menyimpan makna sehabis membuka laman FB. Beralih ke situs jejaring lain, saya belum tertarik. Tapi untuk memutuskan hubungan sama sekali dengan FB juga seperti tak rela. Barangkali saya kangen melihat kabar teman-teman lama? Sementara ini saya absen memperbarui status, serta tidak menambah teman baru yang berpotensi menambah ruwetnya isi dinding saya. 

Selasa, 17 Juli 2012

Wajah Kota Pontianak Dalam “Aku, Kau dan Sepucuk Angpau Merah”


Bagi yang telah mengenal Tere Liye lewat karya-karyanya (Hapalan Shalat Delisa, Ayahku Bukan Pembohong, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Bidadari-bidadari Surga), tentu segera saja penasaran apa lagi yang dia kisahkan kali ini. Kisah penuh makna dalam kesederhanaan hidup keluarga yang penuh kasih sayang telah menjadi ciri khas Tere Liye selalu muncul di semua novelnya.  Bagaimana pula tentang cinta?

Kali ini kisah cinta muncul dengan latar belakang kota Pontianak. Di halaman-halaman awal, bagi mereka yang telah mengenal kota ini dengan akrab, kita seakan dibawa melihat keindahan kota dari tepian Kapuas, kerlip lampu dari rumah-rumah penduduk, perahu dan kapal di malam hari, mencium bau pabrik karet yang dulu pernah berjaya, melihat gedung-gedung kotak sarang walet lengkap dengan denging suara CD pemutar musik pemanggil burung penghasil liur termahal di dunia yang kini banyak dibudidayakan di Kalimantan Barat. Kita juga diajak beranjangsana berkunjung ke Tugu Khatulistiwa, bahkan hingga ke perbatasan Entikong-Tebedu lalu mengunjungi Kuching, ibu kota negara bagian Serawak.

Mengangkat profesi unik yang belum pernah diangkat novel manapun dari Borno, si tokoh utama yang jatuh cinta pada seorang gadis peranakan Cina berwajah sendu. Tak hanya tentang Borno dan si gadis yang menjadi sentral cerita, ada Pak Tua dengan petuah-petuah bijaknya, Andi sahabat paling jail, juga Togar tokoh paling sangar namun paling melankolis. Keragaman suku yang mewarnai masyarakat Pontianak juga tergambar dari tokoh-tokoh yang berasal dari berbagai suku, Borno yang Melayu asli, Togar anak Batak yang menikah dengan Unai gadis Dayak, Andi yang dari Bugis, juga Koh Acong yang keturunan Cina.

Tak hanya diajak merenung kembali tentang bentuk cinta serta persahabatan lewat petuah-petuah Pak Tua, sering kita dibuat tersenyum dengan gurauan-gurauan khas daerah ini dari para tokohnya, termasuk mungkin mengenang kata-kata unik yang dulu mungkin tidak pernah kita pertanyakan mengapa demikian adanya (seperti kapal feri yang disebut pelampung, asal kata sepit, bahkan mungkin nama Pontianak itu sendiri?)
Selamat membaca J



Sabtu, 03 Maret 2012

Apa Yang Perlu Kita Ketahui Tentang Menjaga Kesehatan

Kesehatan adalah harta yang sangat berharga. Beberapa hal yang telah umum diketahui banyak orang untuk menjaga anugerah kesehatan antara lain asupan nutrisi seimbang, aktivitas fisik yang teratur disamping menghindari stres yang berlebihan.


Berikut beberapa tips sederhana yang berguna bagi kita dalam menjaga kesehatan yang disarikan dari beberapa sumber bacaan maupun siaran radio bersama pakar kesehatan. Semoga bermanfaat :)


  • Membeli makanan panas di dalam kantong plastik. Bahan plastik memiliki kandungan bahan dengan titik lebur berbeda. Pada saat terkena benda panas, misalnya gorengan, kuah bakso yang kita beli, beberapa kandungan zat kimia penyusun bahan plastik tersebut akan melebur sehingga dapat masuk ke dalam makanan atau minuman yang dikemas di dalamnya. Jadi, untuk lebih aman jika kita tidak ingin makan di tempat, bawalah tempat makanan sendiri yang aman saat kita membeli makanan atau minuman panas. Ingatkah dulu saat kita kecil membeli bakso untuk dimakan di rumah dengan membawa rantang stainless steel? hehe. 
  • Serat adalah bagian penting dalam konsumsi makanan yang penting bagi kesehatan pencernaan. Serat terbaik berasal dari konsumsi sayuran dan buah-buahan. Bagaimana dengan bahaya pestisida? Saat ini sangat sulit untuk memperoleh sayuran maupun buah-buahan organik, karena produksinya belum massal. Untuk menghindari bahaya pestisida, sebaiknya sayuran dan buah dicuci dulu dengan sabun khusus sayur dan buah, lalu dibilas dengan air mengalir. Atau cara yang cukup mudah adalah dengan mem-blanching yaitu mencuci sayur dan buah dengan air panas yang mengalir, baru kemudian dibilas lagi dengan air dingin. 
  • Kadang kita suka membeli bakso, sosis atau nugget beku dalam jumlah yang agak banyak dan menyimpannya di dalam kulkas untuk persediaan selama beberapa hari. Jika sebungkus makanan tersebut tidak habis dalam sekali masak, ada baiknya kita sebungkus besar bakso/sosis/nugget itu kita bagi ke dalam kemasan-kemasan yang lebih kecil sesuai ukuran untuk satu kali masak. Dengan demikian bahan yang tersisa tidak terlalu sering terpapar udara luar maupun perubahan suhu yang memacu pertumbuhan bakteri dan kuman.
  • Minuman bersoda atau berkarbonasi sangat tidak baik efeknya bagi kepadatan tulang terutama anak-anak. Karena itu anak-anak sebaiknya membatasi minuman bersoda. Selain itu kandungan gula dalam minuman bersoda juga sangat tinggi. Sekaleng minuman bersoda dapat mengandung 500 kalori, yang artinya seharusnya dengan minum sekaleng soda kita hanya makan sekali lagi untuk memenuhi kebutuhan kalori kita sehari. Padahal kita tidak mungkin kenyang hanya dengan minum sekaleng minuman bersoda.
  • Terkadang kita sulit menyisihkan waktu untuk berolah raga. Sebenarnya aktivitas fisik tak melulu dengan berolah raga yang dikhususkan waktunya. Menambah aktivitas fisik yang juga bermakna menggerakkan anggota badan dalam rangka membakar kalori dapat dilakukan antara lain dengan lebih memilih naik turun tangga daripada lift, berjalan-jalan keluar ruangan setiap setengah jam saat menonton televisi. Namun demikian salah satu filosofi bahwa olah raga tidak sekedar mengolah raga-kan badan tapi juga jiwa dan pikiran. Waktu yang dikhususkan untuk olah raga akan membuat kita merasa lebih santai dan rileks saat melakukannya. Lari pagi akan berdampak berbeda dampaknya bagi kesehatan jiwa walau mungkin kalori yang kita keluarkan sama dengan rutinitas membersihkan rumah misalnya. Oleh karena itu tak ada salahnya kita sesekali menyediakan waktu beberapa kali seminggu khusus untuk olah raga.
  • Orang dewasa rata-rata memerlukan cairan sekitar 2 liter. Cairan ini tidak melulu berupa air putih, namun bisa berupa minuman lain seperti jus buah, kuah sayur, teh atau kopi. Tentu perlu diingat agar asupan gula maupun garam tidak berlebihan. Pada umumnya orang mengkonsumsi 1,5 liter air putih setiap hari ditambah cairan dari makanan dan minuman lain.
  • Pada kondisi normal, seperti cuaca panas, saat letih bekerja dan berolah raga, keringat yang. dikeluarkan kulit adalah wajar. Keringat ini akan menurunkan suhu tubuh sehingga badan terasa segar. Kita tidak selalu membutuhkan minuman ion yang menggantikan cairan tubuh tersebut. Makanan sehari-hari yang dimasak dengan bumbu-bumbu dan garam sudah mengandung cukup ion yang dibutuhkan tubuh, sehingga kita tidak perlu menambahnya dengan minuman ber-ion.



Kamis, 01 Maret 2012

Receh Dibuang sayang

Pernah kah kalian menemukan benda berharga jatuh di jalan? Dompet? HP? Uang? Mungkin pernah. Aku beberapa kali menemukan uang di jalan. Mulai recehan seratus perak, ya paling untung si cuma lima ribu hehe.

Pecahan lima ribu yang pernah kutemukan punya cerita sendiri. Waktu itu KKL sewaktu aku kuliah dulu. Tiap kelompok kami ditemani seorang dosen sebagai pembimbing. Sewaktu melakukan pengukuran di lapangan, kalau nggak salah profiling. Kalian yang jurusan geografi atau geodesi, pokoknya yang pernah mendapat mata kuliah pengukuran tanah atau pemetaan pasti ngerti deh. Nah, ada uang lima ribu terbang melayang rendah tertiup angin di jalan yang kami ukur. Entah kenapa, aku orang pertama yang jeli. Wah, jadi ketahuan ya dulu gak konsen ke pengukurannya? Sampai Pak Dosen pun tau, Dia bilang, wah pengalaman ini gak bakal bisa kamu lupa seumur hidup. Iya si, sampai sekarang aku gak pernah lupa pernah dapat uang itu.

Bagaimana kalo jumlah uang yang tercecer di jalan itu pecahan rupiah berwarna biru alias 50.000? Pasti belum semenit udah ada yang ambil deh. Zaman sekarang uang recehan sering dianggap ga ada artinya. Jadi terkadang walau uang itu jelas cecer di jalan, orang-orang yang lewat ngebiarin aja uang itu tergeletak. Pada malu kali ya? Uang seratus perak aja dipungut. Padahal 1 juta kalo kurang 100 juga ga genap sejuta tuh. Aku si cuek-cuek aja mungut uang receh yang jatuh di jalan. Ya lumayan buat genapin belanja di warung atau toko-toko kecil yang masih mengenal ratusan rupiah. Atau buat kasih ke pengamen, hehe. Pelit ya? Ya, di Solo kan lima ratus masih berarti juga buat genapin ongkos bus yang dua ribu lima ratus. Atau kalau enggak ya buat beli jajan anak SD macam gery chocolatos hihi. Atau buat nambah lauk tempe goreng sepotong di warung Mbak Nur tempat aku tiap hari makan. Tapi aku ga segitu teganya belanja di warung cuma 500 perak lah.

Bicara tentang uang-uang recehan, aku pernah melihat seorang datang ke warung dekat kost. Waktu itu aku kost di jogja. Ia menukarkan recehan yang dimilikinya dengan uang kartal alias uang kertas. Herannya, terjadi tawar-menawar sewaktu penukaran dilakukan. Sepertinya pemilik warung keberatan atas nilai yang diminta si penukar. Wah, itu artinya kan si penukar receh menjual uangnya kepada pemilik warung. Padahal uang receh itu dipakai pemilik warung sebagai kembalian belanjaan pembeli. Sejak itu terkadang aku curiga dengan para pengemis dan pengamen jalanan yang mengharap receh lalu ditukar dengan nilai uang yang lebih besar karena memanfaatkan kelangkaan uang kembalian.

Sabtu, 04 Februari 2012

Upil Laruku

Judul posting perdana ini jorok banget kedengarannya. Iuuh.. jijay! Lalu apa hubungannya dengan Laruku alias L'Arc en Ciel, band rock asal Jepang yang akan konser di Indonesia 2 Mei mendatang itu? Inspirasi posting berawal dari kejadian makan siang tadi di warung Mbak Nur, tempat makanku tiap hari. Waduh, lalu apa hubungannya L'Arc en Ciel dan warung makan?!! Sabar, dengar dulu ceritaku ya.  

Aku tergolong orang yang sering makan di mana pun seorang diri. Sebenarnya nggak ada masalah kalo kamu biasa makan sendirian di warung makan atau restoran sekalipun. Kamu bisa khusyuk menikmati makananmu, sambil membaca novel atau sekedar menguping pembicaraan sekelompok orang yang makan. Masalahnya, karena duduk sendirian, ketenanganmu bisa terusik oleh orang lain yang tiba-tiba duduk di sampingmu, karena meja lain sudah penuh terisi. Masih mending kalau mereka dengan sopan "meminta izin", Mbak, di sebelah ga ada orang? Kalau aku mengangguk lalu mereka bertanya lagi, boleh duduk disini? dan aku mengiyakan baru mereka duduk. Yah, kalo di warung ma jarang ya yang sempat tanya gituan. Kalau mau duduk ya duduk aja. Namanya tempat umum. Apalagi konsep warung tegal. oke, kembali ke cerita ini. 

Suatu siang, aku makan sendiri di warung langgananku. Hampir setiap hari aku makan di situ, selain dekat dengan kos, beragam sayuran, lauk ala rumahan yang pas di lidah, pas di kantong. Lalu datang sepasang anak muda (halah aku bicara seolah berusia 50-an, haha). "Mana cukup di sini buat berlima?" Tapi akhirnya mereka tetap memutuskan duduk di sebelah kananku, dengan posisi menghadap ke arahku. Tak lama tiga orang teman mereka datang menyusul. Dari pakaiannya, sepertinya mereka pekerja yang sedang istirahat makan siang. Kadang sempat juga kuperhatikan cowok yang duduk persis di sampingku. Wah, cakep juga. Kulitnya putih, wajah menarik, walau tampak tak terlalu tinggi. Pembicaraan ringan diselingi ketawa-ketawa kecil pun mengalir ringan. Sampai si cowok cakep ini melempar tema baru. "Eh, friend, dah liat lom di kapanlagi.com tiket Laruku dah abis kejual lo!!". Cewek yang datang pertama kali datang menyahut:"Laruku, apaan?" "Yaelah ga tau Laruku. Itu lo band Jepang". O, ya. pernah dengar si. Nama baratnya gimana bacanya? L'Arc en Ciel (baca: Lark en siel). Mereka waktu konser di London, gila keren banget!! "OOh, dah sampai London mereka?"sela ci cewek nunjukin dia buta ma band Jepang terkenal ini. "Ya iya,gue pasti nonton mereka pas konser di Jakarta. Pokoknya kalau dibandingin ama siapa tu band Indonesia?"lanjut si cowok cakep mencoba mengingat-ingat nama sebuah band yang dimaksud. Salah seorang teman lain menjawab:"J-rock". "Bukan, itu lho yang lagunya Aishiteru-aishiteru gitu. "Ooh ya.. yang itu",sahut mereka paham, walau masih juga tidak berhasil menyebut nama band yang dimaksud. "iya, itu mah ga ada seupil-upilnya Laruku". "Ya iyalah...hahaha". Aku yang berada di sebelah si cowok-cakep-tapi-ga-tahu-etika ini kaget. Huh, cakep-cakep kok ngomongin kotoran hidung. Pas makan lagi. Ih jorok banget dah. Untungnya aku agak kebal, makanan di piring tetap tandas, laper Bo! Yang pasti si, aku yang tadinya mengagumi wajah cakep ala K-Pop ini langsung ilfeel. 

Pelajaran moral dari ceritaku kali ini sih, mbok kalau membandingkan dua hal itu, jangan pakai perumpamaan yang jorok walaupun yang satu teramat rendah (menurut penilaian kita) dibandingkan yang satunya. Kalau sudah jelas beda kualitas, kelas, jenianya ya ngapain dibandingkan? Aneh!! Pernah sering dengar iman kita tak ada sekuku hitamnya nabi. Kalimat ini malah dulu sewaktu kecil menimbulkan pertanyaan yang untungnya hanya dibatin:"emangnya kuku nabi hitam? Nabi kan pasti orang yang mengamalkan kebersihan sebagian dari iman, masa' kukunya hitam? Stop ah, mulai ngawur ni. Gitu aja deh pendapatku. Cukup aja bagai bumi dan langit atau perumpamaan apalah. Satu lagi, jangan bicara yang bisa membuat orang kehilangan nafsu makan saat menyantap hidangan. Tidak semua orang toleran kan?