Selasa, 28 Juli 2015

Rindu Lama Terpaksa Dibungkam (Saat Mantan yang Hilang Menelpon)

Sms masuk. Kulihat nomor itu. Deg! Ini nomor hand phone Boni. Bagaimana mungkin aku lupa, selama 4 tahun hubungan kita aku bahkan mengingatnya di luar kepalaku.
“Minal Aidin wal Faidzin. Mohon maaf lahir batin. Maafin gw ya. Gw banyak salah ma loe. Padahal loe ikhlas banget ma gw.”
Sontak wajahku panas. Mataku memerah. Aku yang menghindarimu. Aku berhenti menghubungimu. Menghapus kontak BBM, menghapus nomormu di HP ku meski aku tak bisa lupa. Tak lagi mengirim SMS. Sudah setahun. Pelarianku rapi, ini berhasil. Kau pun seolah paham. Tak ada lagi SMS, atau telpon masuk. Aku mendapatkan pacar baru. Seorang yang lebih dekat. Meskipun sejujurnya aku mulai berhenti menghubungimu karena dia pencemburu. Dia memergokiku membalas BBM mu. Dan itu kali kedua. Dia sangat marah. Dan aku tak kuasa melihat wajah murkanya. Aku tak ingin kehilangan dia. Aku ingin dia tetap di sisiku.
“Maaf lahir batin. Baik-baik ya. Hehe”. Balasku singkat.
“Dian apa kabar? Sudah punya pasangan belum?”
Ah, klise. Kalau sudah apa dia senang? Kalau belum apa dia ingin kembali?
“Baik. Masih cantik kayak di facebook.” Aku berusaha bercanda.
“Dian sudah nikah belum?” Rupanya dia masih mengejar pertanyaan itu.
Tuuut.Tuuuut. Itu nomormu yang menelpon. Tak kuangkat. Aku sudah menangis tanpa suara. Dan aku tak ingin meledak saat bicara denganmu.
“Dian, gw pengen nelpon. Gw kangen dengar suara loe”
“Gw juga kadang kangen ma loe. Tapi kita kemarin bareng dah lama banget. Dan jalan kita sama sekali gak keliatan”
Tuut. Tuut.
Aku terus gelisah. Hampir setengah satu malam. Aku memutuskan balik menelponnya. Tentu setelah berusaha menenangkan diri.
“Ada apa?” Suaranya lirih. Suara ini yang dulu menenangkanku saat dalam masalah.
“Gak ada apa-apa”. Jawabku tak jelas.
“Kangen ya ma gw?”
“Gak”
“Alaah, gak ngaku lagi hehe” aku tau dia sedang tersenyum mengejek, merasa menangan.
“loe udah nikah belum?” tanyanya pelan
“Belum”
“Kenapa belum nikah?”
(brengsek! Ucapku dalam hati. Kuharap ia mendengarnya)
“Gak tau”, sahutku seketus mungkin.
“Iya, gw yang salah. Gw gak romantis”
“Bukan itu masalahnya. Harusnya dari dulu dian tahu boni memang gak pengen nikah”
“Gw pengen. Pengen banget malah. Tapi loe kan tau gw begini.”
(Stop, please. Perdebatan ini sudah lama. Aku tidak ingin memulainya lagi).
“Nikahlah. Kalau loe nikah, gw bahagia banget.”
Aku tak tahan lagi. Aku tak bisa menyembunyikan suara parauku. Betapa pun aku menyembunyikannya.
Aku mengalihkan pembicaraan. “Oya nunung dah punya anak”.
“Wah, kamu dah punya ponakan dong”
Kali ini tangisku meledak. Aku tak bisa menyembunyikannya. Aku rindu. Cintaku habis untukmu.
“Kenapa loe nangis?”. Dengan suara menenangkannya lagi.
“Boni,jangan telpon dian lagi”
“Apa? Jangan telpon dian lagi? Iya. Yang penting dian baik-baik aja ya.”
(Kamu juga. Baik-baik sayang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar