Kamis, 15 Oktober 2015

Sulit Berhenti Merokok? Cobalah Mulai Berolahraga

Bahaya rokok sering digembar-gemborkan. Bahkan upaya untuk “menakut-nakuti” perokok akan dampak buruk rokok bagi kesehatan, televisi menampilkan tayangan penyesalan mantan perokok berat yang tenggorokannya berlubang akibat kanker kerongkongan. Demikian pula di kemasan rokok. Meski untuk yang terakhir ini terkesan absurd. Bagaimana mungkin produsen rokok menjual produknya sekaligus dengan berkampanye agar orang berhenti atau mengurangi konsumsi barang tersebut? Ibarat iklan yang berbunyi, “Makanan ini enak. Awas hati-hati, karena makanan ini mengandung racun”.
Banyak orang yang menyadari bahaya rokok dan ingin berhenti. Berbagai upaya diupayakan agar rokok konsumsi rokok dapat dikurangi, kalau bisa berhenti sama sekali. Ada yang mencoba berhenti bertahap, mengganti dengan konsumsi permen, atau dengan rokok elektrik yang kini tren. Sayangnya upaya menyibukkan mulut dan mengatasi ketergantungan itu justru menambah masalah baru, permen yang justru meningkatkan kadar gula dan menyebabkan gigi berlubang, atau rokok elektrik yang malah lebih berbahaya.
Banyak yang merasa perokok berat menjadi alasan untuk tidak menghindari olah raga, karena napas yang terasa berat. Ini wajar karena paru-paru yang tertutup plak tar dan nikotin dari rokok perlu kerja ekstra keras untuk menghirup oksigen. Namun olah raga dengan intensitas ringan dan fun perlu dicoba. Pertama mengalihkan keinginan untuk merokok. Kedua, efek bahagia yang diperoleh saat berolahraga dapat mengurangi stres yang pada perokok saat mulai mengurangi rasa ketagihan yang muncul. Dan yang paling penting, olah raga membantu tubuh mengeluarkan toksin. Kalori yang dikeluarkan akan dapat mencegah kenaikan berat badan yang dialami setelah berhenti merokok.
Sebuah penelitian mengenai efek olah raga pada rasa ketagihan merokok menunjukkan bahwa olah raga ringan seperti berjalan dan berlari akan menurunkan konsentrasi kortisol dalam saliva (air ludah) dibandingkan subjek penlitian kontrol yang pasif. Kortisol adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal yang diproduksi saat kita sedang stres. Kortisol berfungsi menaikkan tekanan darah dan meningkatkan kadar gula darah.
Hufftingtonpos (29/8/2012)  juga menegaskan olahraga memiliki hubungan yang erat dengan berkurangnya keinginan untuk mengkonsumsi nikotin. Pengamatan terhadap 5.870 partisipan yang pada tahun 2014 3) menunjukkan keampuhan olahraga membantu mereka yang ingin berhenti merokok dalam waktu 6 bulan diikuti dengan program berhenti merokok. Intensitas yang dianjurkan adalah dengan memulai olahraga ringan (lambat) seperti berjalan, lari dan mengayuh sepeda dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter.
Sumber:
1)     Effects of exercise on cravings to smoke: the role of exercise intensity and cortisol.
http://www.cochrane.org/CD002295/TOBACCO_do-exercise-interventions-help-people-quit-smoking

Selasa, 28 Juli 2015

Rindu Lama Terpaksa Dibungkam (Saat Mantan yang Hilang Menelpon)

Sms masuk. Kulihat nomor itu. Deg! Ini nomor hand phone Boni. Bagaimana mungkin aku lupa, selama 4 tahun hubungan kita aku bahkan mengingatnya di luar kepalaku.
“Minal Aidin wal Faidzin. Mohon maaf lahir batin. Maafin gw ya. Gw banyak salah ma loe. Padahal loe ikhlas banget ma gw.”
Sontak wajahku panas. Mataku memerah. Aku yang menghindarimu. Aku berhenti menghubungimu. Menghapus kontak BBM, menghapus nomormu di HP ku meski aku tak bisa lupa. Tak lagi mengirim SMS. Sudah setahun. Pelarianku rapi, ini berhasil. Kau pun seolah paham. Tak ada lagi SMS, atau telpon masuk. Aku mendapatkan pacar baru. Seorang yang lebih dekat. Meskipun sejujurnya aku mulai berhenti menghubungimu karena dia pencemburu. Dia memergokiku membalas BBM mu. Dan itu kali kedua. Dia sangat marah. Dan aku tak kuasa melihat wajah murkanya. Aku tak ingin kehilangan dia. Aku ingin dia tetap di sisiku.
“Maaf lahir batin. Baik-baik ya. Hehe”. Balasku singkat.
“Dian apa kabar? Sudah punya pasangan belum?”
Ah, klise. Kalau sudah apa dia senang? Kalau belum apa dia ingin kembali?
“Baik. Masih cantik kayak di facebook.” Aku berusaha bercanda.
“Dian sudah nikah belum?” Rupanya dia masih mengejar pertanyaan itu.
Tuuut.Tuuuut. Itu nomormu yang menelpon. Tak kuangkat. Aku sudah menangis tanpa suara. Dan aku tak ingin meledak saat bicara denganmu.
“Dian, gw pengen nelpon. Gw kangen dengar suara loe”
“Gw juga kadang kangen ma loe. Tapi kita kemarin bareng dah lama banget. Dan jalan kita sama sekali gak keliatan”
Tuut. Tuut.
Aku terus gelisah. Hampir setengah satu malam. Aku memutuskan balik menelponnya. Tentu setelah berusaha menenangkan diri.
“Ada apa?” Suaranya lirih. Suara ini yang dulu menenangkanku saat dalam masalah.
“Gak ada apa-apa”. Jawabku tak jelas.
“Kangen ya ma gw?”
“Gak”
“Alaah, gak ngaku lagi hehe” aku tau dia sedang tersenyum mengejek, merasa menangan.
“loe udah nikah belum?” tanyanya pelan
“Belum”
“Kenapa belum nikah?”
(brengsek! Ucapku dalam hati. Kuharap ia mendengarnya)
“Gak tau”, sahutku seketus mungkin.
“Iya, gw yang salah. Gw gak romantis”
“Bukan itu masalahnya. Harusnya dari dulu dian tahu boni memang gak pengen nikah”
“Gw pengen. Pengen banget malah. Tapi loe kan tau gw begini.”
(Stop, please. Perdebatan ini sudah lama. Aku tidak ingin memulainya lagi).
“Nikahlah. Kalau loe nikah, gw bahagia banget.”
Aku tak tahan lagi. Aku tak bisa menyembunyikan suara parauku. Betapa pun aku menyembunyikannya.
Aku mengalihkan pembicaraan. “Oya nunung dah punya anak”.
“Wah, kamu dah punya ponakan dong”
Kali ini tangisku meledak. Aku tak bisa menyembunyikannya. Aku rindu. Cintaku habis untukmu.
“Kenapa loe nangis?”. Dengan suara menenangkannya lagi.
“Boni,jangan telpon dian lagi”
“Apa? Jangan telpon dian lagi? Iya. Yang penting dian baik-baik aja ya.”
(Kamu juga. Baik-baik sayang)