Bahaya rokok sering digembar-gemborkan. Bahkan upaya untuk
“menakut-nakuti” perokok akan dampak buruk rokok bagi kesehatan, televisi
menampilkan tayangan penyesalan mantan perokok berat yang tenggorokannya
berlubang akibat kanker kerongkongan. Demikian pula di kemasan rokok. Meski
untuk yang terakhir ini terkesan absurd. Bagaimana mungkin produsen rokok
menjual produknya sekaligus dengan berkampanye agar orang berhenti atau
mengurangi konsumsi barang tersebut? Ibarat iklan yang berbunyi, “Makanan ini
enak. Awas hati-hati, karena makanan ini mengandung racun”.
Banyak orang yang menyadari bahaya rokok dan ingin berhenti.
Berbagai upaya diupayakan agar rokok konsumsi rokok dapat dikurangi, kalau bisa
berhenti sama sekali. Ada yang mencoba berhenti bertahap, mengganti dengan
konsumsi permen, atau dengan rokok elektrik yang kini tren. Sayangnya upaya
menyibukkan mulut dan mengatasi ketergantungan itu justru menambah masalah
baru, permen yang justru meningkatkan kadar gula dan menyebabkan gigi
berlubang, atau rokok elektrik yang malah lebih berbahaya.
Banyak yang merasa perokok berat menjadi alasan untuk tidak
menghindari olah raga, karena napas yang terasa berat. Ini wajar karena
paru-paru yang tertutup plak tar dan nikotin dari rokok perlu kerja ekstra
keras untuk menghirup oksigen. Namun olah raga dengan intensitas ringan dan fun
perlu dicoba. Pertama mengalihkan keinginan untuk merokok. Kedua, efek bahagia
yang diperoleh saat berolahraga dapat mengurangi stres yang pada perokok saat
mulai mengurangi rasa ketagihan yang muncul. Dan yang paling penting, olah raga
membantu tubuh mengeluarkan toksin. Kalori yang dikeluarkan akan dapat mencegah
kenaikan berat badan yang dialami setelah berhenti merokok.
Sebuah penelitian mengenai efek olah raga pada rasa
ketagihan merokok menunjukkan bahwa olah raga ringan seperti berjalan dan
berlari akan menurunkan konsentrasi kortisol dalam saliva (air ludah)
dibandingkan subjek penlitian kontrol yang pasif. Kortisol adalah hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar adrenal yang diproduksi saat kita sedang stres.
Kortisol berfungsi menaikkan tekanan darah dan meningkatkan kadar gula darah.
Hufftingtonpos (29/8/2012) juga menegaskan olahraga memiliki hubungan
yang erat dengan berkurangnya keinginan untuk mengkonsumsi nikotin. Pengamatan
terhadap 5.870 partisipan yang pada tahun 2014 3) menunjukkan keampuhan
olahraga membantu mereka yang ingin berhenti merokok dalam waktu 6 bulan diikuti
dengan program berhenti merokok. Intensitas yang dianjurkan adalah dengan
memulai olahraga ringan (lambat) seperti berjalan, lari dan mengayuh sepeda
dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter.
Sumber:
1) Effects of exercise on
cravings to smoke: the role of exercise intensity and cortisol.
3)
http://www.huffingtonpost.com/2012/08/29/exercise-smoking-nicotine-cravings-addiction_n_1834020.html
http://www.cochrane.org/CD002295/TOBACCO_do-exercise-interventions-help-people-quit-smoking